Jogja–
Sudah jadi rahasia umum jika Gunung Merapi menyimpan banyak mitos. Mitos-mitos ini sudah terkenal di kalangan pendaki. Apa saja mitosnya?
Gunung Merapi terkenal sebagai gunung paling aktif di Indonesia. Dengan ketinggian mencapai 2.930 meter di atas permukaan laut, gunung Merapi kerap jadi destinasi yang disambangi para pendaki. Di sekelilingnya juga banyak terdapat tempat wisata.
Sama seperti gunung-gunung lain di pulau Jawa, Merapi tak dapat dilepaskan dari berbagai mitos. Dari mulai Pasar Gaib hingga Keraton Lelembut, inilah mitos-mitos gunung Merapi:
1. Mitos Pasar Bubrah
Mengutip laman resmi Museum Gunung Merapi, masyarakat sekitar gunung Merapi percaya jika ada pasar gaib di puncak Gunung Merapi. Pasar itu diberi nama Pasar Bubrah.
Pasar Bubrah itu sendiri merupakan nama dari masyarakat untuk menyebut pasar gaib yang diyakini ada di wilayah tersebut.
Lokasi Pasar Bubrah itu sendiri berada di salah satu jalur pendakian Gunung Merapi. Di tempat tersebut berserakan batu-batu besar yang dianggap sebagai perwujudan meja dan kursi makhluk halus.
Banyak pendaki Gunung Merapi yang kebetulan lewat di wilayah tersebut merasa mendengar suara riuh keramaian seperti di pasar. Pasar tersebut diyakini merupakan bagian dari Kerajaan Merapi atau Keraton Merapi yang penghuninya berasal dari dunia gaib.
2. Keraton Makhluk Halus di Gunung Merapi
Masyarakat setempat juga percaya di gunung Merapi terdapat Keraton Makhluk Halus. Dikisahkan, Panembahan Senopati memenangkan pertarungan melawan Pasukan Pajang berkat bantuan dari Keraton Merapi.
Oleh karena itu, masyarakat di sekitar Gunung Merapi melakukan ritual budaya seperti Selamatan atau Wilujengan sebagai wujud terima kasih.
Beberapa tempat yang diyakini merupakan bagian dari Keraton Merapi adalah kawahnya sebagai pusat keraton, daerah batuan pasir sebagai Pasar Bubrah, Hutan Patuk Alap-Alap sebagai tempat penggembalaan ternak Keraton Merapi, dan Gunung Wutoh sebagai pintu gerbang utama Keraton Merapi.
Keraton tersebut menurut kepercayaan masyarakat diperintah oleh Empu Rama dan Empu Permadi. Selain itu, nama-nama lain seperti Kyai Sapu Jagad, Nyai Gadung Melati, Kartadimeja, dan Kyai Petruk diyakini masyarakat memiliki tugasnya masing-masing dalam menjaga Keraton Merapi.
3. Dilarang Menangkap Macan Putih dan Kuda di Hutan Patuk Alap-Alap
Salah satu pantangan yang harus selalu dihindari masyarakat adalah menangkap macan putih yang tinggal di Hutan Blumbang. Aturan yang sama juga diterapkan kepada Kuda yang tinggal di Hutan Patuk Alap-Alap. Keduanya dianggap merupakan makhluk dari Keraton Merapi sehingga pantang untuk diganggu.
4. Gunung Merapi Penyeimbang Pulau Jawa
Mengutip dari buku ‘Penanganan Lahan Merapi Pascaerupsi Antara Berkah dan Musibah’ karya Beny Harjadi dan Pranatasari Dyah Susanti, dikisahkan bahwa Gunung Merapi dibuat untuk menyeimbangkan gunung-gunung yang terletak di pulau Jawa.
Sebab, jika tidak, Pulau Jawa dapat condong ke arah barat sebelum akhirnya tenggelam. Mulanya, gunung yang akan digunakan untuk menyeimbangkan tersebut bernama Gunung Jamurdwipa. Gunung ini dihuni oleh Empu Permadi dan Empu Rama. Keduanya adalah pengrajin keris.
Keduanya mengizinkan tempat tinggal mereka untuk dipindahkan dengan syarat pemindahan dilakukan setelah keris yang sedang dibuat selesai. Para Dewa yang tidak sabar langsung memindahkan gunung tersebut dalam kondisi keris belum selesai dibuat.
Akibatnya, tungku perapian kedua empu itu mengeluarkan api terus-menerus. Bahkan, jika keris di dalam tungku tersebut bergoyang, maka erupsi akan terjadi. Tungku berisikan keris yang terus menyala-nyala itulah yang kemudian disebut Gunung Merapi.
Itulah beberapa mitos Gunung Merapi yang terkenal di kalangan masyarakat Jogja dan juga pendaki. Terlepas dari benar atau tidaknya hal tersebut, traveler yang ingin mengunjungi Gunung Merapi wajib untuk menjaga adat dan tata krama ya.
—–
Artikel ini telah naik di detikJogja.
Simak Video “Hujan Abu di Boyolali dan Magelang Imbas Guguran Awan Panas Merapi”[Gambas:Video 20detik](wsw/wsw)